Di tengah denting biola dan gemuruh cello,
Terdengar gema Yogyakarta Royal Orchestra.
Bukan sekadar melodi yang terurai di udara,
Namun nyanyian takdir, cerita manusia,
Yang tertulis dalam setiap nada, setiap lirih suara.
Di antara dentang piano yang menghujam jiwa,
Tersimpan kisah leluhur kita,
Yang dulu bertarung di bawah sinar matahari terik,
Mencari arti kebebasan dalam jerit dan derita,
Di tanah yang merindukan kemerdekaan, di bumi yang haus akan harapan.
Kemerdekaan, sebuah kata yang sederhana,
Namun di baliknya terletak lautan darah dan keringat,
Cinta yang terjalin di antara pengorbanan dan tekad.
Di masa lalu, kebebasan adalah mimpi yang terpatri di hati,
Dikejar oleh mereka yang tak mengenal lelah, yang tak pernah menyerah.
Kini, di era yang berbeda namun tetap sama,
Kita merayakan kemerdekaan bukan dengan senjata,
Melainkan dengan musik, dengan harmoni yang lembut.
Setiap instrumen berbicara dalam bahasa yang tak terlihat,
Namun terdengar jelas dalam jiwa yang merdeka, jiwa yang tak lagi terbelenggu.
Biola mengisahkan kesedihan yang dalam,
Tangis dari mereka yang pernah hilang,
Namun di balik kesedihan itu, ada kekuatan yang lahir,
Harapan yang tak bisa dihancurkan oleh penindasan.
Nada-nada tinggi melambung, membawa angan-angan yang tertahan,
Melintasi waktu, menembus batas, menggapai masa depan yang belum kita ketahui.
Cello mengalir dengan suara yang berat,
Mengiringi langkah mereka yang pernah jatuh,
Yang bangkit kembali dengan semangat yang tak tergoyahkan.
Setiap gesekan dawai adalah kisah,
Tentang kesulitan yang dihadapi, tentang ketabahan yang abadi.
Dan ketika suara cello menggema, kita diingatkan,
Bahwa kebebasan tidak datang tanpa harga, tanpa pengorbanan.
Piano, dengan dentingnya yang lembut namun tegas,
Membawa kita ke masa kini, ke saat ini.
Setiap tuts yang ditekan adalah pilihan yang kita buat,
Keputusan yang membentuk jalan yang kita tempuh.
Dan dalam setiap pilihan itu, terselip kebebasan yang sesungguhnya,
Bukan hanya dalam arti politik, namun juga dalam jiwa kita,
Kebebasan untuk bermimpi, untuk berpikir, untuk mencinta.
Namun, kebebasan bukanlah akhir dari perjalanan ini.
Ia adalah pintu yang terbuka, jalan yang membentang.
Setiap generasi memiliki tugasnya,
Untuk menjaga dan melanjutkan nyala api kebebasan,
Agar tak padam, agar terus menerangi dunia yang sering kali gelap.
Maka, dalam konser ini, kita tidak hanya mendengar musik,
Kita mendengar sejarah, mendengar masa depan,
Mendengar panggilan untuk terus berjuang,
Bukan dengan senjata, tapi dengan hati, dengan pikiran,
Dengan karya yang tak akan pernah mati.
Kemerdekaan adalah milik semua, warisan yang tak ternilai.
Dan saat orkestra ini memainkan nadanya,
Kita semua terlibat dalam simfoni waktu,
Yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan,
Dalam satu irama yang abadi, yang tak terhingga.