Gabriel melanjutkan perjalanannya dengan hati-hati. Ancaman yang baru saja ia terima menggema dalam pikirannya, namun rasa ingin tahu yang tak terpuaskan mengalahkan rasa takutnya. Ia memutuskan untuk terus mencari jawaban, meskipun itu berarti menghadapi bahaya yang tidak terduga.
Malam mulai jatuh ketika Gabriel menemukan sebuah bangunan besar yang tampak lebih terawat dibandingkan reruntuhan lainnya. Pintu besar yang terbuat dari kayu jati berdiri kokoh, dihiasi dengan ukiran rumit yang menggambarkan kisah-kisah dari zaman dahulu. Dengan hati-hati, Gabriel mendorong pintu itu dan melangkah masuk.
Di dalam, ia menemukan sebuah ruangan yang luas dengan dinding-dinding yang dihiasi oleh lukisan dan permadani. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja besar yang dipenuhi oleh buku-buku dan gulungan-gulungan kuno. Gabriel mendekati meja itu, matanya tertuju pada sebuah buku yang terbuka, memperlihatkan peta kota yang terperinci.
Saat ia mempelajari peta itu, suara langkah kaki bergema di lorong-lorong. Gabriel merasakan ketegangan meningkat. Dengan cepat, ia mencari tempat bersembunyi di balik rak buku yang tinggi. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dengan keras dan tiga sosok dengan pakaian hitam dan topeng yang sama dengan yang ia temui sebelumnya memasuki ruangan.
"Mereka sedang mencari sesuatu," bisik salah satu dari mereka dengan nada cemas. "Kita harus menemukannya sebelum mereka."
"Tidak ada waktu untuk disia-siakan," sahut yang lain. "Jika Gabriel menemukan kunci rahasia ini, kita semua dalam bahaya."
Gabriel merasa jantungnya berdegup kencang. Apa yang mereka cari? Apa yang mereka takutkan akan ia temukan? Dia tetap diam, berharap mereka tidak menyadari keberadaannya.
Para penjaga itu mulai menggeledah ruangan dengan teliti, mengangkat buku-buku dan memeriksa setiap sudut. Gabriel tahu bahwa waktu hampir habis baginya untuk tetap tersembunyi. Saat salah satu dari mereka mendekati tempat persembunyiannya, dia meraih buku yang sebelumnya ia lihat dan dengan cepat memasukkannya ke dalam ranselnya.
Ketika para penjaga semakin dekat, Gabriel tahu ia harus bergerak. Dengan hati-hati, ia merayap keluar dari balik rak buku dan menuju pintu yang lain di ujung ruangan. Dengan napas tertahan, ia membuka pintu itu dan melangkah ke lorong yang gelap.
Dia berlari secepat mungkin, meninggalkan suara gemuruh langkah kaki para penjaga di belakangnya. Gabriel tahu bahwa dia sekarang menjadi buronan di kota ini, namun dia juga tahu bahwa buku yang ia bawa mungkin memegang kunci untuk mengungkap rahasia besar yang tersembunyi di sini.
Saat ia berlari, ia merasakan ketegangan dan bahaya yang semakin mendekat. Namun, di balik semua itu, ada rasa kegembiraan yang membara dalam hatinya. Gabriel siap menghadapi apa pun demi menemukan kebenaran yang selama ini ia cari.