Renungan Merapi dan Merbabu

Pada cakrawala senja ini, Merapi dan Merbabu menjulang,
Dua raksasa yang berdiri megah di antara gelap dan terang,
Sebagai saksi bisu perjalanan umat manusia yang fana,
Mereka menyaksikan kita, Homo sapiens, berjuang dalam perjalanan panjang.

Merapi, dengan napas api yang seringkali murka,
Mengingatkan kita bahwa kekuatan alam tak bisa dirantai,
Ia meluapkan lahar dan abu, menyebarkan ketakutan,
Namun di balik amarahnya, ia juga memberi kehidupan,
Menghidupi tanah subur yang membentang luas di bawah kaki kita.

Merbabu, dengan ketenangan yang abadi dan lembut,
Menawarkan keteduhan di punggungnya yang hijau dan subur,
Ia adalah pelipur lara, tempat di mana jiwa-jiwa yang lelah berlindung,
Menyadari bahwa dalam keheningan, ada kebijaksanaan yang terpendam.

Di hadapan dua gunung ini, kita adalah butiran debu,
Yang melayang dalam angin sejarah, mencari makna yang sulit dijangkau.
Namun, dalam pencarian itu, seringkali kita tersesat,
Mengejar bayangan kemajuan yang tak pernah sungguh-sungguh nyata.

Merapi mengingatkan kita akan keperkasaan yang penuh bahaya,
Bahwa di setiap puncak ada jurang yang menganga,
Sementara Merbabu berbicara tentang keseimbangan dan kedamaian,
Bahwa keindahan sejati seringkali ditemukan dalam ketenangan.

Kita menggenggam api, namun api itu membakar,
Membangun kota-kota dari batu, namun batu itu kini membebani,
Kita berbicara tentang kemajuan, namun semakin jauh kita melangkah,
Semakin terasing dari akar kita yang dulu menyatu dengan bumi.

Senja ini, di bawah bayang-bayang Merapi dan Merbabu,
Kita diingatkan bahwa sejarah bukanlah garis lurus,
Bahwa setiap langkah maju kita mungkin adalah langkah mundur,
Ke arah kegelapan yang kita sendiri ciptakan.

Apakah kita akan tetap mengejar ilusi kekuasaan tanpa batas?
Atau akankah kita, seperti Merapi yang penuh tenaga dan Merbabu yang bijak,
Belajar berdiri teguh, menahan segala badai, namun tetap bersahaja,
Menyadari bahwa kebahagiaan sejati mungkin terletak pada keseimbangan?

Matahari tenggelam, membawa serta harapan dan ketakutan,
Menjanjikan fajar baru esok hari yang mungkin lebih cerah,
Namun ingatlah, Merapi dan Merbabu telah melihat banyak senja,
Dan mereka tahu, bahwa yang paling abadi adalah kesederhanaan.