Kisah-Kisah Kota Tersembunyi 17

Gabriel, Lyra, Eldrin, dan Ibu Marla melangkah dengan hati-hati menyusuri lorong bawah tanah yang semakin gelap dan pengap. Suara langkah kaki mereka bergema di sepanjang dinding batu yang sempit, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Setiap langkah terasa seperti membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang mungkin lebih berbahaya dari yang mereka perkirakan.

"Jalan ini seperti tak berujung," gumam Lyra dengan nada gugup, tangannya mencengkeram erat lentera di depannya.

Eldrin berhenti sejenak, mengamati dinding di sekelilingnya. "Ada energi yang kuat di sini," katanya pelan. "Semakin kita mendekati pusatnya, semakin kuat perasaan ini. Artefak yang mereka sembunyikan pasti memiliki kekuatan luar biasa."

Gabriel merasakan getaran yang sama. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini—sebuah kehadiran yang tidak terlihat, seolah mereka diawasi. Dia menoleh ke belakang beberapa kali, tapi hanya kegelapan yang menyambutnya.

Tiba-tiba, lantai di bawah kaki mereka mulai bergetar. Sebuah gemuruh terdengar dari jauh, membuat dinding-dinding di sekitar mereka bergetar. "Apa itu?" seru Lyra dengan cemas.

"Eldrin, apakah ini jebakan?" Gabriel bertanya, suaranya tegang.

Eldrin menggoyangkan kepalanya, mencoba menganalisis situasi. "Bukan jebakan... ini sesuatu yang lebih besar. Mungkin... kota ini masih hidup dalam beberapa cara, melindungi rahasianya."

Mereka mempercepat langkah mereka, terus turun semakin dalam. Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan ukiran kuno di dinding-dindingnya. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu dengan sebuah artefak besar yang bersinar samar di atasnya—sebuah bola kristal yang tampaknya menyimpan energi tak terhingga.

Ibu Marla mengamati artefak itu dengan penuh perhatian. "Ini dia... pusat dari semua rahasia kota ini. Bola Kristal Waktu."

Namun sebelum mereka bisa mendekati artefak itu, suara langkah kaki yang berat terdengar dari pintu masuk ruangan. Gabriel segera menarik pedangnya, mengantisipasi ancaman yang semakin dekat. Dari bayangan, muncul beberapa sosok berjubah hitam—orang-orang yang sama yang mereka lihat dalam proyeksi masa lalu.

"Sepertinya kita bukan satu-satunya yang tahu tentang tempat ini," bisik Gabriel, menatap musuh-musuh di depan mereka.

Pemimpin kelompok itu, seorang pria bertopeng dengan aura gelap yang mengintimidasi, melangkah maju. "Kalian terlalu jauh terlibat," katanya dengan suara rendah dan dingin. "Bola Kristal Waktu ini bukan untuk kalian. Ini adalah milik kami, dan hanya kami yang berhak menggunakannya."

Gabriel memandang ke arah bola kristal, lalu kembali menatap pemimpin itu. "Apa yang kalian rencanakan dengan kekuatan sebesar ini? Menghancurkan kota lagi?"

Pemimpin berjubah itu tersenyum tipis. "Bukan menghancurkannya, tapi menguasainya. Kota ini akan kembali berjaya di bawah kendali kami. Dan dengan kekuatan waktu, kita akan menulis ulang sejarah."

Ibu Marla maju dengan tegas. "Kekuatan waktu bukan untuk disalahgunakan. Jika kalian memutarbalikkan sejarah, dunia akan jatuh ke dalam kekacauan."

Pria itu hanya tertawa kecil. "Kekacauan adalah jalan menuju kekuasaan. Dan kalian tidak akan menghentikan kami."