Kisah-Kisah Kota Tersembunyi 20

Keesokan paginya, mereka mulai perjalanan menuju Lembah Kabut. Jalanan yang mereka lewati semakin sunyi, dan pepohonan di sekitar mereka tampak semakin menakutkan, ranting-rantingnya seperti tangan-tangan kurus yang meraih dari bayang-bayang. Kabut tebal mulai menyelimuti jalan, menutup pandangan mereka hanya beberapa meter ke depan.
Lyra merasakan ketidaknyamanan yang aneh di perutnya. "Aku tidak suka tempat ini. Ada sesuatu yang salah dengan udara di sini."

Eldrin mengangguk. "Kabut ini bukan kabut biasa. Ini adalah hasil dari sihir kuno, mungkin untuk melindungi rahasia yang tersembunyi di lembah ini."

Gabriel menarik napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang meskipun naluri bertarungnya berteriak untuk waspada. "Kita harus tetap fokus. Apapun yang terjadi di sini, kita tidak boleh terpisah."

Saat mereka semakin dalam memasuki lembah, suara aneh mulai terdengar dari kejauhan—suara yang terdengar seperti bisikan. Gabriel berhenti sejenak, mendengarkan dengan seksama. Bisikan itu samar, seperti suara dari masa lalu yang mencoba berkomunikasi, namun tak jelas apa yang ingin disampaikan.

"Apakah kalian mendengarnya?" bisik Gabriel.

Lyra mengangguk pelan, matanya membelalak. "Bisikan itu... seperti memanggil kita."

Eldrin memeriksa sekeliling, lalu tiba-tiba menemukan sesuatu yang mengerikan. "Lihat!" katanya, menunjuk ke tanah. Di sana, jejak-jejak kaki yang tidak asing terlihat samar-samar di antara kabut. "Ini... jejak kaki para Penjaga Bayangan."

Jejak itu mengarah lebih dalam ke lembah, di mana kabut semakin pekat dan suasana semakin menakutkan. "Kita harus mengikutinya," kata Gabriel dengan tegas. "Mereka adalah satu-satunya petunjuk kita."

Namun, saat mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba kabut berubah menjadi lebih padat, dan dunia di sekitar mereka seolah-olah mulai berputar. Suara bisikan itu semakin keras, dan Gabriel merasa dirinya terseret ke dalam penglihatan yang aneh.

Dia berdiri di tempat yang asing—bukan di lembah, tetapi di kota yang mereka lihat dalam proyeksi waktu sebelumnya. Kota itu hidup kembali, namun kali ini ada perasaan yang lebih nyata, seolah-olah dia benar-benar berada di sana. Orang-orang berjalan di sekitarnya, namun mereka tampak tidak menyadari kehadirannya.

Dan di sana, di tengah keramaian, Gabriel melihat sesuatu yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Seorang pria berjubah hitam, wajahnya tersembunyi di balik bayangan, sedang mengawasinya dari kejauhan.

Sebelum Gabriel bisa mendekati pria itu, suara bisikan kembali menggema, kali ini dengan jelas.

"Selamat datang, Sang Penjaga Waktu."