Malam di kota ini seperti panggung raksasa yang diciptakan Tuhan dengan lampu-lampu neon sebagai dekorasinya. Lalu lintas mengalir bagai arus sungai yang kadang tenang, kadang gaduh. Dan di sinilah aku, terjebak di simpang jalan dengan lampu merah yang terasa lebih lama dari biasanya.
Motor-motor berhenti berjejer, manusia-manusia yang tergesa-gesa untuk sesuatu yang entah seberapa pentingnya. Seorang pria di depanku mengenakan jaket merah, helm bertuliskan “M”. Di depannya, seorang driver ojek online sibuk mengecek ponselnya, mungkin memastikan alamat penumpang berikutnya.
Aku menarik napas panjang. Bukankah hidup ini seharusnya lebih sederhana? Mengapa kita sering kali memperumitnya? Kita bergegas mengejar sesuatu yang, saat kita sudah mendapatkannya, sering kali terasa tak sepenting yang kita bayangkan.
Seorang bijak berkata, “Lakukan saja yang perlu. Tak usah mengerjakan yang tak perlu. Hidup itu seperti menyeberang sungai, carilah batu yang paling aman untuk diinjak, bukan yang paling berkilau.” Tapi lihatlah kita sekarang, sibuk mengejar hal-hal yang bahkan tak bisa kita jelaskan tujuannya.
Lampu merah masih menyala. Aku tersenyum sendiri, mengingat betapa sering aku mempersulit hidupku sendiri. Bukankah lebih baik jika kita hanya mengerjakan yang perlu? Seperti menunggu lampu hijau ini dengan tenang, bukan dengan gelisah.