Setelah Berlibur

Subuh yang masih malu-malu menyapa, Iliana sudah bangun. Seperti biasa, bocah kecil itu punya semangat berlebihan untuk mengusik kami dari sisa-sisa mimpi yang belum tuntas. Dengan mata masih setengah terpejam, aku merasakan tangan mungilnya menarik-narik lengan bajuku. “Bapak, bangun!” katanya dengan suara ceria, seperti seorang mandor kecil yang memastikan pekerja-pekerjanya tak bermalas-malasan.

Tapi hari ini adalah hari spesial. Hari pertama di Colomadu. Tidak ada agenda penting, tidak ada jadwal yang harus dikejar. Kami memilih bermalas-malasan, menikmati sisa-sisa libur sebelum besok kembali bekerja. Udara pagi masih segar, jalanan di depan rumah lengang, dan waktu seolah berjalan lebih lambat di sini.

Tepat pukul satu siang, perut mulai memberontak. Aku mengayuh motor menuju warung sate Bu Sukinem. Murah meriah, sepuluh ribu dapat empat tusuk sate kambing muda yang empuk. Aku juga membeli tongseng. Hanya sepuluh ribu juga. Murah sekali, seperti harga yang melawan hukum ekonomi. Tak lupa, aku membeli jus dan cilok, seolah-olah makan siang kami masih kurang meriah.

Sampai di rumah, aku dan Nana melahap sate kambing dengan penuh penghayatan. Iliana, tidur siang dengan sangat nyenyak. Setelah makan, tubuh kami seolah menarik diri sendiri ke tempat tidur. Tidur siang adalah kemewahan yang jarang kami dapat, dan siang itu, kami bergabung dalam mimpi-mimpi si kecil yang tertidur di antara kami.

Sore menjelang, kami akhirnya keluar rumah. Destinasi pertama: Seperdua Kopi. Sudah lama Nana ingin ke sana. Aku memesan matcha, karena aku memang tak punya banyak variasi dalam hal minuman. Nana memilih salted caramel, pilihan yang lebih berwarna. Iliana, seperti biasa, tidak memesan apa-apa tetapi sibuk berkelana. Dengan mudahnya ia akrab dengan orang-orang di sana, seolah-olah mereka adalah teman lama yang baru bertemu kembali.

Petualangan sore itu berlanjut. Kami mampir ke toko pelindung layar HP, sebuah kunjungan yang mestinya singkat tetapi berakhir dengan Iliana yang berlari kesana kemari, lalu kami ke toko sayur namun Iliana kabur ke toko pakan kucing di sebelahnya. Ada sesuatu tentang binatang yang selalu membuatnya penasaran. Dia menempelkan wajahnya ke kandang-kandang kecil, menunjuk satu per satu kucing yang tampak malas menanggapi antusiasmenya.

Sebelum pulang, kami mampir ke Alfamart. Sebuah tradisi tak tertulis: pulang dari jalan-jalan, Iliana harus membawa sesuatu. Kali ini, mainan kecil menjadi pilihannya. Sampai di rumah, ia sibuk bermain, menciptakan dunia kecilnya sendiri hingga akhirnya, tanpa sadar, terlelap dengan mainan masih tergenggam di tangannya.

Hari pertama di Colomadu berakhir dengan damai. Tidak ada hal besar yang terjadi, tetapi kebahagiaan sering kali bersembunyi dalam hal-hal sederhana. Besok, Senin akan datang dengan segala kesibukannya. Tapi malam ini, di rumah kecil kami, hanya ada ketenangan, tawa kecil yang samar, dan seorang anak yang tidur nyenyak setelah seharian bertualang.