Berjuang

Hidup ini, jika dipikir-pikir, tidak jauh berbeda dari semangkuk mie ayam. Ada yang panas mengepul, menggoda dengan aroma kaldu yang kuat. Ada yang hambar, terlanjur dingin karena terlalu lama dibiarkan. Ada yang penuh pangsit dan bakso, ada yang hanya mie dengan kuah seadanya. Seperti hidup, semangkuk mie ayam tidak selalu sesuai dengan harapan. Tapi, mau tidak mau, kita tetap harus menelannya.

Di depanku, sebuah buku bersandar di sandaran piano. Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Judulnya jenaka, tapi juga terasa seperti tamparan. Seperti sebuah pertanyaan yang terlalu sulit dijawab—kalau hari ini adalah hari terakhirku, apakah aku sudah cukup berjuang?

Orang-orang bilang, perjuangan itu kodrat manusia. Kau harus bangun pagi, mengayuh sepeda ke tempat kerja meski kaki gemetar, menelan kenyataan meski rasanya pahit. Sebab hidup tidak mengenal kata berhenti. Tidak peduli kau sedang ingin menangis, ingin menyerah, ingin membenamkan diri di bawah selimut dan pura-pura dunia ini tidak ada—hidup tetap berjalan. Dan kau tidak punya pilihan selain ikut melangkah.

Hari ini, aku telah menyelesaikan target bacaanku. Al-Qur’an telah kututup setelah lembar terakhir yang kutargetkan hari ini. Namun, hati manusia sering kali punya celah yang tidak bisa diisi hanya dengan pencapaian. Kadang-kadang, kau bisa menuntaskan semua tugasmu, menyelesaikan semua kewajibanmu, tetapi tetap merasa kosong. Seperti prajurit yang telah mengayunkan pedang berkali-kali, tetapi entah mengapa, musuhnya tidak pernah benar-benar habis.

Aku menghela napas, menatap piano di depanku. Jemariku ingin menekan tutsnya, tetapi tak ada lagu yang ingin kumainkan. Mungkin, hari ini, aku hanya ingin diam. Aku hanya ingin menikmati jeda di antara peperangan.

Aku ingat, dulu aku berpikir bahwa berjuang berarti menang. Bahwa selama aku berusaha cukup keras, dunia akan memberikan apa yang kuinginkan. Tapi ternyata, tidak semua orang akan berlaku baik ketika kamu baik kepada mereka. Tidak semua usaha berbuah manis. Tidak semua perjuangan akan membawamu ke tempat yang kau inginkan. Dan itu semua tidak apa-apa.

Aku pernah berjuang untuk didengar, hanya untuk mendapati bahwa beberapa orang memang tidak akan pernah ingin memahami. Aku pernah berjuang untuk seseorang, hanya untuk menyadari bahwa tidak semua orang ingin diselamatkan. Aku pernah berjuang dengan segenap tenaga, hanya untuk sadar bahwa dunia tidak berutang apa pun kepadaku.

Dan mungkin, itu adalah bagian dari perjuangan juga—menerima kenyataan bahwa tidak semua pertarungan bisa dimenangkan.

Orang-orang bilang, bagian terberat dari menjadi dewasa adalah kau akan dipaksa untuk selalu berjalan, tidak peduli sedang sesulit apa keadaanmu saat itu. Sebab, hidup memang seperti itu. Tapi hari ini, aku telah memutuskan untuk berhenti menjadi dewasa. Setidaknya untuk satu hari saja.

Bukan karena aku ingin menyerah, bukan karena aku ingin berhenti berjuang. Tapi karena aku ingin mengingat, bahwa bahkan prajurit pun butuh istirahat. Bahwa bahkan pejuang pun butuh jeda.

Tidak ada kata-kata yang tepat untuk melarang orang menyerah. Di satu sisi, memintanya tetap bertahan terdengar egois. Di sisi lain, mendorongnya untuk berhenti pun tidak elok. Entah sudah berapa banyak orang yang memberi nasihat saat aku ingin menyerah, tetapi alih-alih membantu, yang mereka katakan justru terasa seperti penghakiman.

Padahal, yang kita butuhkan itu sederhana—cuma seseorang yang mau mendengar. Tanpa buru-buru memberi solusi, tanpa merasa harus mengatakan sesuatu yang bijak. Kadang, yang kita perlukan bukanlah jawaban, tetapi seseorang yang bersedia duduk di sebelah kita dalam diam.

Aku menatap buku itu sekali lagi, Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Mungkin, hidup memang sesederhana semangkuk mie ayam. Tidak selalu sesuai harapan, tetapi cukup untuk membuatmu bertahan satu hari lagi.

Dan bukankah itu inti dari perjuangan? Bertahan satu hari lagi. Meskipun kau tidak tahu apa yang menantimu besok. Meskipun kau tidak tahu apakah semua usahamu akan terbayar. Kau tetap berjuang. Karena itulah yang dilakukan manusia.

Dan hari ini, aku memutuskan untuk tetap berjuang.