Syukur

Tahun ini, Ramadhan datang seperti seorang tamu yang mengetuk pintu dengan lembut, lalu tersenyum seakan berkata, “Aku datang, bersiaplah.” Dan lihatlah, betapa baiknya Ramadhan kali ini—dia tiba di hari libur.

Tak perlu terburu-buru demi mengejar absensi. Tak perlu menahan kantuk di antara tumpukan berkas dan layar komputer yang menampilkan angka-angka misterius. Tidak. Hari ini, puasa dimulai dengan tenang.

Sahur terasa lebih nikmat karena tidak diburu waktu. Tidak ada alarm yang meraung-raung seperti biasanya, memaksa tubuh yang masih ingin bergelung di balik selimut untuk segera bangun dan bergegas. Tidak ada keharusan untuk berpacu dengan waktu, menyuap nasi dengan mata masih setengah terpejam, atau menyeruput teh panas dengan takut-takut karena detik jam terasa berlari lebih cepat dari biasanya. Hari ini, semuanya berjalan lebih santai.

Aku duduk di meja makan, memperhatikan nasi hangat yang mengepul, segelas air putih yang tampak sederhana tetapi begitu berarti di penghujung sahur nanti, dan wajah-wajah orang tercinta yang kali ini tidak terlihat tergesa-gesa. Ada jeda yang biasanya tidak ada. Ada kesempatan untuk menikmati momen-momen kecil yang sering terlewatkan.

Di luar, pagi merayap dengan santai. Matahari enggan naik terlalu cepat, seakan memahami bahwa tubuh kita masih beradaptasi dengan perut yang kosong. Udara terasa lebih ramah. Tidak ada klakson yang marah-marah. Tidak ada laporan yang harus disetor sebelum siang. Tidak ada panggilan mendadak dari atasan yang sering kali datang di saat yang kurang tepat. Hanya ada pagi yang jernih, Ramadhan yang baru dimulai, dan kesempatan untuk mensyukuri hal-hal sederhana.

Betapa sering kita lupa bahwa syukur bukan soal mendapatkan sesuatu yang besar, tetapi soal menyadari sesuatu yang kecil. Seperti kesempatan untuk memulai puasa dengan tenang, seperti hari libur yang datang di saat yang tepat, seperti nikmatnya waktu yang mengalir tanpa harus dikejar-kejar.

Hari ini, aku belajar satu hal. Bahwa Allah menyisipkan berkah dalam bentuk yang paling halus dan sering kali tidak kita sadari. Dia memberi kita momen-momen kecil yang jika kita renungkan, ternyata adalah karunia yang luar biasa. Seperti pagi ini—sebuah awal yang tenang, tanpa gangguan, tanpa terburu-buru.

Ramadhan adalah perjalanan. Dan perjalanan ini, seperti semua perjalanan yang baik, sebaiknya dimulai dengan rasa syukur.