Ada yang berbeda dari pagi ini. Bukan karena matahari bersinar lebih hangat, atau lalu lintas yang lebih lengang. Tapi karena hari ini aku kembali. Bukan kembali dari perjalanan jauh, bukan pula kembali dari negeri antah berantah. Aku kembali pada sesuatu yang pernah menjadi bagian dari diriku, namun lama kutinggalkan: bersepeda berangkat dan pulang kantor.
Sepedaku sudah lama menunggu. Diam di sudut rumah, berkarat di beberapa bagian, tapi tetap setia. Seperti sahabat lama yang tak pernah menuntut penjelasan mengapa aku menjauh. Saat aku mulai mengayuh, rasanya seperti membuka jendela ke masa lalu. Udara pagi itu tidak hanya menyapa wajahku, tapi juga menyelinap masuk ke dalam dada, membangunkan bagian-bagian diriku yang sempat tertidur. Jalanan yang biasa kulalui dengan kendaraan bermotor kini terasa berbeda; lebih lambat, lebih jujur, lebih penuh makna.
Setiap putaran roda seperti dialog dengan diri sendiri. Ada pertanyaan-pertanyaan kecil yang muncul di sela-sela derak pedal: "Apa kabar hatimu?" "Masih ingat rasanya menikmati proses?" Dan entah kenapa, semua pertanyaan itu terasa lebih mudah dijawab di atas sadel sepeda, di bawah langit yang belum sepenuhnya biru.
Hari ini, aku juga kembali pada satu hal lain: desain feed Instagram-ku. Mungkin terdengar sepele. Tapi bagiku, ini bukan cuma tentang estetika visual atau mempercantik grid. Ini tentang mengembalikan nyawa ke sesuatu yang dulu kusukai, tapi sempat kuragukan. Tentang membuka kembali ruang kreativitas yang sempat kuanggap tak berguna. Seorang teman, Iqlima, memberiku masukan, lebih tepatnya ku mintai masukan—bukan hanya soal warna atau komposisi, tapi juga soal keberanian untuk mulai lagi. Dan kadang, memang itu yang paling sulit: memulai lagi.
Lucunya, dua hal ini—bersepeda dan mendesain feed—terlihat seperti aktivitas biasa. Ringan. Tak penting bagi dunia. Tapi justru di situlah nilainya. Di tengah dunia yang sibuk berlari, memilih untuk berjalan atau mengayuh adalah bentuk perlawanan. Di tengah gelombang informasi dan suara-suara bising, memilih untuk mencipta sesuatu dari dalam diri sendiri adalah tindakan yang nyaris revolusioner.
Tak ada yang monumental hari ini. Tak ada sorotan. Tak ada panggung. Tapi ada aku, yang kembali. Dengan tubuh yang sedikit lebih lelah, tapi hati yang sedikit lebih hidup. Dan itu, kurasa, sudah cukup untuk membuat hari ini bermakna.