Hari ini aku menemukan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan cepat. Segelas plastik sederhana, bertuliskan GOKOPI dengan percaya diri: “Kopi Keliling No. 1 di Indonesia.” Aku memegangnya, agak ragu. Tapi sejak tegukan pertama, aku tahu: ini bukan kopi biasa.
Ini butterscotch latte.
Dan rasanya—astaga.
Rasanya seperti seluruh hidupku selama ini tidak pernah benar-benar minum kopi yang pantas disebut keteqnangan. Butterscotch-nya manis, bukan manis yang dipaksakan, tapi manis yang terasa seperti musik jazz di malam yang lengang. Lembut. Dalam. Mengalir di lidah seperti puisi yang sudah lama menunggu untuk dibaca.
Lalu datanglah rasa kopinya—tegas, tidak kasar, tapi punya prinsip. Seperti seseorang yang tahu siapa dirinya. Ia tidak mendominasi, tidak juga mengalah. Ia berdiri sejajar dengan butterscotch dan susu, saling menghormati. Sebuah rasa yang tahu batas, dan justru karena itu… nikmatnya luar biasa.
Setiap tegukan seperti sedang membaca satu halaman buku yang sangat kau sukai. Kau tak ingin cepat-cepat, karena kau takut rasa itu habis. Tapi justru karena kau lambat, kau jadi bisa menangkap semua detailnya: aroma, aftertaste yang sedikit karamel, dan rasa puas yang muncul diam-diam.
Aku menyeruput lagi. Dunia jadi lebih tenang. Dan aku mulai percaya: mungkin tidak semua kebahagiaan harus datang dari pencapaian besar atau perjalanan panjang. Kadang, ia bisa datang dari sesuatu yang sederhana—yang tidak disangka, tapi begitu kena, langsung menempel di hati.
Kopi ini. Kopi ini seperti kalimat paling indah yang pernah ditulis semesta, lalu ditaruh dalam gelas plastik dan diantar kepadamu tepat saat kau butuh alasan untuk tersenyum.