Sepatu Merah Muda, Jaket Merah Muda


Pagi itu langit Solo mendung, seakan menyesuaikan hatiku yang setengah kosong. Di taman kecil RS PKU Solo, di antara hijaunya daun dan bisikan angin yang menyentuh hati, berdiri anakku, seperti tokoh-tokoh kecil dalam novel yang hanya bisa melihat bapaknya dari jauh.

Ia memakai jaket merah muda, celana biru langit, dan sepatu kecil yang seolah menyimpan rindu di setiap langkahnya. Ia menatap ke arah bangunan, tempat aku terbaring, tapi tak bisa menjangkau. Aturan rumah sakit terlalu tegas untuk anak seusianya. Tapi kerinduan? Ah, ia tak pernah tunduk pada aturan.

Ada papan besar bertuliskan “I LOVE RS PKU SOLO”, tapi pagi itu, tulisan itu terasa seperti ironi. Karena aku mencintai satu hal saja saat ini—sosok kecil di taman itu, yang tak bisa memelukku.

Anakku hanya berdiri, memandangi pintu yang tak tahu harus menampilkan senyuman atau air mata. Dunia membentangkan jarak, tapi tak pernah mampu membatasi cinta. Cinta anak pada orangtuanya tak memerlukan kedekatan fisik, cukup satu pandangan yang diam-diam menyelipkan doa. Tapi untuk saat ini, kami hanya bisa saling menatap, dipisahkan oleh waktu, usia, dan aturan.

Namun, yakinlah, Nduk, kelak kau akan tahu—setiap detik yang kau habiskan di taman kecil itu adalah halaman lain dari novel cinta kita. Dan seperti semua kisah dalam buku karanganku, akhirnya selalu penuh harapan.