Surat yang Tak Kau Baca, Mbah


(untuk Emha Ainun Nadjib)


aku menulis ini dari jarak yang belum selesai

sebuah ruang yang bernama rindu, yang tak bisa sembuh

hanya dengan doa yang kupanjatkan tanpa alamat


aku merindukanmu

maka kugoreskan bait ini seperti luka kecil

yang tetap memilih sembuh meski tahu akan sakit


mbah,

kau sedang diam

tapi kalimat-kalimatmu masih berjalan,

menyusuri hati kami yang berdesakan

di lorong sunyi bernama kehilangan sementara


barangkali tubuh bisa jatuh

barangkali otak bisa lelah mengingat langit

tapi kata-katamu adalah pelita:

tak pernah pensiun dari menyala


kami tak tahu apakah engkau sedang membaca langit

atau berdialog dengan malaikat tentang arah pulang

tapi kami tahu:

doa kami memanggilmu dengan nama paling utuh:

bapak, guru, sahabat, kekasih kata


mbah,

kalau nanti kau bangun,

izinkan kami mendengarmu tertawa

walau hanya sekali saja

karena di detik itu, kami tahu:

yang abadi bukan tubuhmu

melainkan cahaya dari setiap huruf yang pernah kau hidupkan