Java


Kupesan kopi ini siang tadi, di tengah riuhnya bunyi notifikasi dan kerja yang tiada henti. Kupilih Couvee Punggawan Solo, tempat yang konon katanya meracik kopi seperti menyusun puisi—penuh perasaan dan ketelitian. Dan beberapa puluh menit kemudian, secangkir sihir tiba di meja kantorku, masih dingin, dibungkus plastik tipis yang mengembang seperti senyum seorang teman lama yang datang membawa kabar baik.

Kopi ini bukan kopi biasa. Terbuat dari dua shot espresso yang pahitnya jujur dan pekat, lalu dipeluk manis oleh condensed milk yang lembut seperti kenangan masa kecil. Tapi rahasianya bukan cuma di situ—ada susu segar yang menjembatani keduanya, membuat setiap tegukan seimbang, seperti mimpi dan kenyataan yang berdamai dalam satu cangkir. Rasanya seperti menemukan lagu favorit saat tidak sengaja memutar radio di pagi hari.

Kuteguk perlahan sambil menatap layar laptop yang menyala muram. Tapi seolah kopi ini tahu cara menyentuh hatiku: detik demi detik, dunia yang semula tampak penuh tekanan mulai mencair. Ada kehangatan yang merambat dari ujung lidah ke dada, lalu ke hati. Kopi ini bukan sekadar minuman—ia adalah rehat, ia adalah jeda dalam hidup yang terlalu sering kita jalani tergesa-gesa.

Dan kau tahu apa yang lebih ajaib dari rasa kopi ini? Keinginanku untuk membaginya. Rasanya seperti menemukan rahasia kecil yang terlalu indah untuk disimpan sendiri. Kalau kau kebetulan sedang di Solo, atau bahkan hanya sedang jenuh di sela kerjaanmu yang menumpuk—pesanlah kopi ini. Couvee Punggawan Solo. Dua shot espresso, condensed milk, fresh milk. Sederhana, tapi mampu menyelamatkan harimu.