Sampai Bertemu Kembali, Ibu


Hari ini, langit Surakarta terasa lebih sendu dari biasanya. Seperti habis ditinggal pergi oleh matahari yang terburu-buru ke ufuk barat. Padahal baru lima sore. Tapi hati kami di kantor, khususnya hatiku, sudah lebih dulu kelam sejak kamis sore, ketika kabar itu datang: Ibu Etty Rachmiyanthi dimutasi.

Ah, Ibu Etty… Namanya saja sudah terdengar seperti potongan puisi dari negeri yang tertata rapi. Tapi jangan salah sangka, beliau bukan perempuan lembut yang hanya membahas tentang bunga dan rembulan. Tidak. Beliau seperti kereta cepat yang berangkat tepat waktu, disiplin, tanpa kompromi.

Aku ingat pertama kali beliau datang. Belum sempat aku rapikan jaket di kursi, beliau sudah keliling ruangan, matanya menatap tajam seperti sedang membaca peta medan perang. Dalam sepuluh menit, beliau tahu posisi kami, kekuatan kami, bahkan kelemahan yang sudah kami tutup-tutupi dengan alasan klasik.

Beliau itu jenis manusia langka yang mampu menjelaskan strategi organisasi dengan satu kalimat, satu gerakan tangan, dan satu tatapan penuh makna. Tegas, tapi tak pernah membentak. Lugas, tapi tak kehilangan sopan. Ketika kami ribut soal teknis, beliau sudah dua langkah ke depan, mengingatkan urgensi tujuan.

Mungkin karena itu beliau paham segalanya. Beliau pernah jadi Kepala KPP, duduk di kursi Kabid P2 Humas, kemudian di KBP, lalu jadi Kabag Umum. Pengalaman beliau bukan sekadar baris di dalam CV, tapi pelajaran yang hidup, yang hadir dalam cara beliau mendengarkan, berbicara, dan kadang… diam. Kalau ada rapat, beliau selalu datang lebih dulu. Dan pulang lebih akhir. Kalau ada masalah, beliau tak akan tanya siapa salah, tapi siapa bisa menyelesaikan.

Hari ini beliau resmi pindah tugas. Mutasi, kata suratnya. Seperti sebuah kata sopan untuk “diambil paksa dari tempat yang mencintainya”. Kami semua berdiri memberi salam. Tapi aku tahu, di balik formalitas itu, ada yang tertinggal di hati kami: rasa kehilangan. Bukan hanya karena beliau pemimpin yang hebat, tapi karena beliau manusia yang membuat kami ingin menjadi lebih baik, bukan karena takut, tapi karena hormat.

Surakarta malam ini akan kehilangan satu bintang di langit. Tapi aku percaya, di tempat barunya nanti, akan ada orang-orang yang beruntung bisa belajar dari perempuan tangguh yang tak pernah lelah menyederhanakan yang rumit dan menghidupkan yang sepi, dengan obrolan santai di sore hari. Kami tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi sampai bertemu kembali, Bu Etty. Kami di sini, tetap tangguh, seperti yang Ibu ajarkan.

https://www.instagram.com/p/DK9ulagv-Rp/?igsh=MWRpbmNrdDdmMzMxZw==