Hari yang Biru


Sore itu, langit Solo Baru menggantung kelabu, seolah meletakkan tirai tipis di atas kota yang sedang menahan gerimis. Tapi di rooftop Pakuwon Mall, warna justru meledak, rumput sintetis hijau terang seperti baru dicat ulang, kain merah jambu membingkai panggung kecil, dan di tengah segalanya: balon raksasa Doraemon berdiri megah, menjulang seperti penjaga mimpi-mimpi masa kanak.

Dunia menjadi aneh dan indah sekaligus. Balon Doraemon itu begitu besar hingga tampak seperti dewa masa kecil dari langit yang turun ke bumi. Tubuh birunya mengilat diterpa cahaya redup matahari sore, dengan tangan bundar mengacung ke langit, seolah hendak membelah awan. 

Anak-anak berlarian di sekitar arena, sebagian menatap ke atas, mulut mereka menganga oleh kekaguman yang belum sempat diberi nama. Orang tua sibuk mengambil foto, sesekali terdengar suara teriakan kecil, bukan karena takut, melainkan karena tawa yang meledak tak tertahan.

Dan di tengah keramaian yang cerah itu, berdirilah Iliana, anakku, seorang anak kecil dengan gaun putih bermotif bunga biru. Rambutnya sedikit kusut, matanya bulat dan cerah, seperti baru saja menemukan harta karun. Ia berdiri di depan balon raksasa itu, tak terlalu dekat, tak juga terlalu jauh, tapi cukup untuk membuat tubuh mungilnya tampak seperti titik kecil dalam dunia yang dibuat raksasa oleh imajinasi.

Wajahnya tenang tapi penuh rasa ingin tahu. Ia tidak melompat, tidak berlari, tidak memanggil siapa-siapa. Ia hanya berdiri, seperti sedang menyerap seluruh suasana, mencatat semuanya diam-diam ke dalam buku harian tak terlihat yang hanya dimiliki anak-anak. Di belakangnya, orang-orang bergerak, tapi waktu terasa beku di sekelilingnya.

Momen itu sederhana, seperti sore yang pelan-pelan menua. Tapi di tengah segala yang bergerak dan berlalu, ada sesuatu yang abadi dalam diamnya anak kecil itu, dalam cara ia berdiri di depan Doraemon, dalam cara dunia tampak besar tapi tidak menakutkan. Hari itu, di atas lantai hijau dan langit yang samar, kebahagiaan tak perlu dijelaskan. Ia hanya hadir. Seperti balon raksasa biru dari masa depan, yang berdiri di tengah kota, untuk sekadar membuat satu anak kecil tersenyum.