Pulang Kerja


Aku baru saja turun dari motor, helm masih menempel di kepala, ketika Iliana merapat di pelukanku. Tubuh mungilnya hangat, matanya bening seperti menyimpan hujan, dan jemari kecilnya sibuk ia gigit seolah sedang mencari keberanian. Dalam tatapannya, aku bisa merasakan dunia yang luas itu terlalu cepat, terlalu ramai, sehingga ia memilih berlindung.

Aku tersenyum, bukan senyum biasa, melainkan senyum seorang bapak yang merasa seluruh lelahnya terbayar lunas. Di mata Iliana, aku bukan hanya lelaki dengan jaket hijau dan helm, melainkan rumah tempat ia bisa pulang kapan saja. Dan betapa sederhana momen itu, aku berdiri dengan seragam kerja yang kusut, ia dengan baju bunga-bunga lusuhnya, namun di sanalah kebahagiaan menemukan wajahnya.

Aku tahu, suatu hari nanti ketika aku mungkin kalah oleh kerasnya hidup, ingatan ini akan menolongku. Ingatan tentang Iliana yang kupeluk erat di bawah langit kelabu, tentang rasa aman yang lahir dari kebersamaan kami. Sore itu, tanpa pesta, tanpa panggung, aku dan Iliana telah menulis kisah kecil yang akan selalu abadi di hatiku.