Pagi-pagi, sebelum matahari benar-benar naik, aku sudah menyusun doa. Doa yang mungkin sederhana, tapi lahir dari kedalaman hati seorang bapak: semoga hidup Iliana penuh kebaikan, semoga langkah-langkah kecilnya kelak menuntunnya menuju jalan yang lapang, dan semoga senyumnya tak pernah hilang ditelan waktu.
Siang hari, kami berjalan berdua di depan kantor, aku menggandeng tangannya. Tangan mungil itu begitu hangat, begitu percaya padaku. Dan aku tahu, tanggung jawab seorang bapak adalah menjaga genggaman itu selamanya, agar kelak, ketika ia melepasnya, ia sudah cukup kuat menghadapi dunia.
Lalu sore tiba, kue ulang tahun sederhana hadir di atas meja. Warna-warni krimnya ceria, seperti wajah Iliana yang bersinar ketika ia menepuk tangan, tertawa, dan meniup lilin. Namun sebenarnya, lilin itu tak penting. Yang penting adalah harapannya, yang melesat ke langit dan mungkin akan dicatat para malaikat.
Hari ini, rindu pun tak punya tempat. Yang ada hanyalah syukur. Karena Iliana telah tumbuh, dan aku masih diberi kesempatan untuk melihatnya, merayakan usianya, dan mendoakan kebaikan untuknya, hari ini, esok, dan sepanjang umurku.