Aku membuka halaman itu secara kebetulan, atau mungkin semesta yang menuntunku. Di tengah kesunyian sore dan aroma kopi yang mulai dingin, mataku terpaku pada kalimat di tengah halaman: “Ciri Negara Ideal (al-madinah al-fadhilah) masyarakatnya punya pengetahuan untuk bahagia dan praktik hidupnya juga membahagiakan.” Aku membaca pelan-pelan, seolah tiap huruf memiliki denyut nadi. Ada sesuatu yang hangat menyelinap di dada, mungkin karena selama ini aku mencari arti kebahagiaan dalam hal-hal besar, padahal buku ini mengingatkanku bahwa bahagia adalah ilmu, dan ilmu itu bisa sederhana.
Aku menatap kertasnya lama-lama. Warna lembut halaman itu seperti wajah masa kecilku, tempat aku pertama kali belajar tentang hidup. Kami tidak punya negara ideal, tapi kami punya tawa yang jujur, dan mungkin itu sudah cukup. Aku teringat guru-guruku yang selalu berkata bahwa pengetahuan adalah jalan menuju kebahagiaan, tapi baru sekarang aku mengerti maksudnya. Pengetahuan bukan hanya rumus atau teori, melainkan kemampuan untuk menjalani hidup dengan hati yang ringan.
Aku menutup buku itu perlahan, membiarkan satu napas panjang keluar dari dadaku. Dunia di luar mungkin masih kacau, tapi di dalam halaman itu aku menemukan ketenangan kecil. Barangkali negara ideal bukan sesuatu yang harus dicari di peta, melainkan di dalam diri setiap orang yang mau belajar untuk bahagia, dan membahagiakan. Dan sore itu, di antara aroma kopi dan sunyi yang lembut, aku merasa menjadi warga kecil dari al-madinah al-fadhilah.