Bersepeda Pulang Kerja


Dalam bayangan yang basah oleh hujan malam, aku mengayuh sepeda melewati jalanan yang memantulkan cahaya lampu seperti serpihan emas yang terhanyut. Genggaman tanganku pada setang terasa sedingin kenangan yang tak terucapkan, dan di depanku, kerucut oranye yang kesepian berdiri seperti mercusuar bagi jiwa-jiwa yang tersesat dalam kebisuan dini hari. 

Udara tebal dan penuh aroma bumi yang terbasahi, mengisahkan bisikan rahasia dari pepohonan tua yang berjajar di tepian, mereka adalah saksi bisu dari jutaan perjalanan tanpa tujuan, dari janji-janji yang menguap seperti embun. Setiap putaran roda adalah upaya untuk menjauh dari rumah yang terasa terlalu sunyi, menuju janji yang kabur di ujung pandangan, di mana kabarnya, waktu bergerak lebih lambat.

Motor-motor yang terparkir di sisi jalan tampak seperti deretan makhluk bisu yang tertidur, diselimuti tirai air yang tak henti-hentinya jatuh, dan lampu merah di kejauhan berdenyut perlahan, seolah jantung kota itu sendiri sedang berjuang melawan mimpi buruk yang panjang. 

Aku tahu betul bahwa di balik setiap jendela yang gelap, ada cerita-cerita yang tertidur lelap, cinta yang terpendam, penyesalan yang membatu, dan kerinduan yang terbungkus dalam linen. Namun, di atas aspal yang berkilauan ini, hanya ada aku dan gerimis yang tak kenal lelah, seolah kami berdua adalah dua penyendiri yang disatukan oleh takdir yang tak terhindarkan. Aku mengayuh terus, mendengarkan simfoni hujan yang lembut, sebuah melodi yang telah dimainkan selama berabad-abad tanpa akhir yang jelas.

Perasaan melayang itu muncul lagi, sensasi bahwa aku tidak hanya melintasi ruang, tetapi juga melintasi lapisan-lapisan waktu yang berbeda, seolah aku bisa melihat diriku sendiri yang lebih muda di tikungan jalan berikutnya, atau diriku yang lebih tua yang menghilang ke dalam kabut. Malam basah ini bukan hanya sebuah perjalanan, tetapi sebuah ritual kuno. 

Ketika aku melewati kerucut oranye itu, aku merasa seolah telah melewati batas antara realitas dan ilusi, antara kehidupan yang aku jalani dan seratus kehidupan lain yang mungkin aku jalani. Dan begitu aku mengayuh semakin jauh ke dalam kegelapan yang lebih pekat, aku yakin bahwa besok, aku akan terbangun dengan ingatan tentang perjalanan ini, tetapi dengan perasaan yang tak terhindarkan bahwa semua ini mungkin hanyalah sepotong dongeng yang kusut yang kualami di antara mimpi dan terjaga.