Sore itu aku berdiri di tepi jalan yang lengang, menatap bangunan di seberang yang berdiri tenang di bawah langit yang mulai berwarna emas pucat. Angin sore bergerak pelan, membawa aroma dedaunan basah dan sedikit debu kota. Di atas kepala, cabang-cabang pohon saling bertaut seperti sedang melindungi langit agar tak terlalu terbuka. Jalan ini tampak biasa, tapi entah mengapa hari itu terasa berbeda, seolah waktu melambat hanya untuk memberiku kesempatan mengingat sesuatu yang lama hilang.
Aku memandang garis-garis putih di aspal yang mengarah ke seberang, seperti undangan untuk melangkah ke masa depan yang belum tentu kutahu bentuknya. Di balik setiap langkah kecil di zebra cross itu, tersimpan banyak keraguan dan keberanian yang bergantian muncul. Mungkin begitulah hidup, kita selalu menunggu lampu hijau yang tak kunjung datang, padahal kadang yang kita butuhkan hanya sedikit keyakinan untuk menyeberang.
Ketika langit mulai menua dan cahaya sore memudar, aku menarik napas dalam-dalam. Kota ini terus berubah, tapi ada sesuatu yang tetap sama, yaitu perasaan hangat setiap kali aku berhenti sejenak untuk memandangi langit dan jalanan yang sering kulalui. Di tempat sederhana seperti ini, aku merasa dekat dengan diriku sendiri. Mungkin bahagia memang tidak jauh-jauh, cukup ditemukan di persimpangan antara kenangan dan ketenangan sore hari.