Aku menundukkan kepala dan menemukan mata bundar burung kecil itu menatap ke arah Iliana, seolah mengenal sesuatu dalam dirinya yang bahkan aku tidak mampu menyebutkan. Angin turun dari pepohonan, membawa aroma masa lampau yang menggantung di antara daun-daun, sementara Iliana berdiri seperti sosok mungil yang dipilih semesta untuk mendengar bahasa hewan malam.
Sentuhan tangannya pada bulu coklat itu memutus kebisingan dunia sekeliling. Setiap helai bulu menanggung kenangan perjalanan jauh, dan Iliana merasakannya tanpa perlu memahami. Diam burung itu menyuarakan kisah yang melampaui dongeng dan waktu, menyelinap masuk ke dalam dada, mengubah udara yang kami hirup menjadi sesuatu yang lebih tua dari kehidupan yang kami kenal.
Dalam perlindungan pohon-pohon besar itu, aku melihat waktu tunduk di hadapan Iliana. Dunia yang terus berlari berhenti sebentar untuk memberi ruang pada keajaiban kecil bernama Iliana. Ia berdiri dengan kepala miring, menyimpan rahasia burung malam yang mempercayainya, agar keajaiban tidak hilang di tengah terang siang hari.
