Depo Pelita


Aku masih ingat hari itu di Depo Pelita Banjarnegara, ketika cahaya dari ribuan bola lampu menetes seperti hujan dari langit buatan. Udara di dalam ruangan bergetar oleh sinar yang menembus kaca dan logam, membuat semuanya tampak hidup dan bernafas. Iliana berdiri di depan lampu gantung yang berkilau bagai air mata para malaikat, matanya memantulkan sinar-sinar kecil yang menari di udara. Ia membuka tangannya lebar-lebar, seolah hendak memeluk seluruh cahaya yang jatuh di hadapannya.

Aku terpaku melihatnya, betapa dunia di sekelilingnya tampak tunduk kepada keajaiban kecil itu. Lampu-lampu di atas dan di sekeliling kami memantulkan rona biru dan emas di kulitnya, dan sesaat aku merasa waktu berhenti di sana, menggantung di antara kilau dan tawa. Orang-orang berlalu dengan wajah biasa, tapi bagiku, tempat itu berubah menjadi semesta yang berputar mengelilingi anak kecil yang menemukan kebahagiaan dalam cahaya.

Dalam cahaya itu, aku melihat masa depan seperti bayangan lembut di kaca yang berembun. Mungkin suatu hari nanti Iliana akan melupakan kunjungan ini, namun bagiku, hari itu tak akan pernah padam. Setiap kali aku mengingatnya, cahaya dari lampu-lampu itu kembali menyala di dalam dadaku, menyalakan ruang-ruang sunyi yang selama ini gelap, seperti doa yang tak pernah selesai diucapkan.