Hiasan Dinding Iliana


Tiap malam ketika aku memandang tembok kamar kami, aku merasa seakan waktu menjadi cair dan menetes perlahan dari celah celah warna hijau yang pudar. Tempelan kecil dari Iliana melekat di sana, seperti doa yang digantungkan pada langit mini buatan tangan manusia. Bintang bintang plastik itu tampak sederhana, namun masing - masing memancarkan rahasia yang hanya muncul ketika dunia memejamkan matanya.

Saat lampu dimatikan, cahaya lembut dari tempelan itu muncul seperti roh yang kembali dari perjalanan jauh. Aku sering merasa seolah sedang berdiri di ambang batas antara masa kanak kanak dan masa yang tak pernah ingin benar benar aku masuki. Ada bulan merah muda yang tersenyum tanpa bibir dan planet yang berputar tanpa bunyi, tetapi keduanya seakan memanggilku dengan bahasa yang lebih tua dari mimpi. Di malam - malam tertentu, aku mendengar bisikan halus yang membuatku ragu, apakah itu suara tempelan atau suara hatiku sendiri.

Iliana selalu bilang bahwa benda benda kecil itu hanyalah hiasan, tetapi bagiku mereka adalah penjaga malam yang setia. Mereka menyimpan kenangan, tentang tawa yang pernah pecah seperti meteor, dan kesedihan yang jatuh perlahan seperti debu kosmik. Ketika aku menutup mata, aku merasa seakan sedang hanyut dalam galaksi yang dibuat dari tangan kecilnya dan setiap cahaya yang menyala di tembok kamar kami adalah pengingat, bahwa keajaiban masih hidup bahkan di ruang yang paling sederhana.