Bertahan


Aku berdiri memandang tiang bendera itu seperti seseorang memandang jam tua yang terus berdetak tanpa suara. Merah dan putih berkibar perlahan, seolah sedang mengukur napasku sendiri. Langit belum sepenuhnya gelap. Kabel listrik melintang seperti garis-garis pikiran yang belum selesai, sementara pepohonan di bawahnya diam, setia pada perannya sebagai saksi.

Aku tidak sedang memikirkan apa pun yang besar, hanya hal-hal kecil yang biasanya terlewat. Angin menyentuh kain bendera, lalu pergi tanpa pamit. Gedung di sampingku tampak dingin dan netral. Namun di dadaku ada sesuatu yang bergerak pelan, seperti kenangan yang tidak meminta untuk diingat, tetapi tetap hadir.

Aku belajar bahwa hidup sering berbicara dengan suara yang sangat pelan. Waktu dan rasa memiliki tidak selalu datang lewat peristiwa besar, melainkan lewat pemandangan biasa yang kita lihat setiap hari.