Kursi Belakang


Aku duduk di depan, mesin mobil berdengung pelan, kaca belakang buram oleh air dan busa. Di spion, kulihat dia di kursi belakang, terbungkus selimut bergambar dinosaurus, kepalanya miring, senyum kecil yang muncul tanpa sebab yang bisa kuterangkan. Lampu dari luar menyusup sebagai warna yang berubah-ubah, hijau lalu kuning, seperti dunia yang tak perlu ia pahami. Aku berpikir tentang jarak yang sedang kami tempuh, betapa singkatnya, dan betapa aku ingin waktu ini tidak tergesa.

Aku menyadari betapa sedikit yang harus kulakukan untuk merasa cukup. Menyetir lurus, menunggu giliran, mendengar napasnya yang teratur. Ada rasa cemas yang biasa, tentang hal-hal yang belum tentu terjadi, lalu mereda ketika mataku kembali menangkap wajahnya yang tenang. Di saat seperti ini, rencana besar tampak berlebihan. Yang ada hanya ruang sempit mobil, suara air, dan kehadiran yang tidak meminta penjelasan.

Hikmahnya sederhana. Menjaga bukan soal menguasai arah, melainkan bertahan pada jeda, menerima bahwa sebagian kebahagiaan hadir saat kita berhenti mengejar. Dalam menunggu lampu berubah dan mesin tetap hidup, aku belajar bahwa cukup sering berarti ada, diam, dan tidak pergi ke mana-mana.