Hujan turun di Surakarta malam itu seperti seseorang yang akhirnya berani menangis setelah terlalu lama menahan diri. Lampu jalan memantulkan cahaya keemasan pada aspal basah, membuat semuanya terlihat samar, seperti adegan film yang tak ingin terburu-buru selesai. Kendaraan bergerak perlahan, ban-ban mereka mengaduk genangan air menjadi riak kecil yang segera tenggelam kembali dalam kesunyian. Aku berdiri di bawah atap toko, mendengar suara hujan jatuh seperti denting waktu yang pelan tapi pasti.
Asap knalpot, aroma tanah basah, dan lampu merah yang menyala, semuanya menyatu menjadi suasana yang rasanya akrab meski tak pernah benar-benar sama. Pengendara motor menepi, menarik napas panjang, menunggu hujan reda dengan tatapan kosong yang entah memikirkan perjalanan pulang atau kehidupan itu sendiri.
Dari malam hujan ini, aku memahami bahwa hidup bukan tentang menunggu langit kembali cerah. Terkadang kita harus berdiri diam di bawah atap, menerima ketidakpastian, dan menyadari bahwa perjalanan tetap berlanjut meski perlahan. Hujan hanya pengingat bahwa kesabaran adalah bagian dari cara dunia bekerja.
