Gelas itu diletakkan di depanku tanpa suara. Aku melihat lapisan bening di bawah, es yang terperangkap, lalu warna kopi yang tenang, dan krim putih di atasnya yang nyaris tidak bergerak. Aku belum menyentuhnya. Tanganku hanya diam di atas meja kayu, merasakan dingin yang pelan merambat dari kaca. Di sekitarku ada kursi kosong, cahaya hangat, dan percakapan orang lain yang tidak perlu kuikuti.
Aku memikirkan betapa minuman ini dibuat dengan urutan yang rapi. Tidak tergesa, tidak asal campur. Setiap lapisan tahu tempatnya. Aku menyadari aku jarang memberi urutan seperti itu pada hariku sendiri. Biasanya semua bercampur, pekerjaan, lelah, pikiran yang belum selesai. Aku mengaduk perlahan, melihat warna-warna itu akhirnya menyatu, dan merasa sedikit lebih ringan.
Dari segelas sederhana ini, aku memahami satu hal. Sesuatu yang baik sering lahir dari kesabaran, dari memberi waktu pada setiap bagian untuk berada di posisinya. Tidak semua harus langsung menyatu, tidak semua harus segera selesai. Kadang, hidup perlu diaduk perlahan agar rasanya seimbang.
